Memilih Pasangan


Bagaimana cara memilih pasangan hidup yang sesuai syariah Islam?

……..

“Aku menyukaimu karena kebaikanmu. Karena kejujuranmu dan karena keindahan karakter dan kebenaran kata-katamu.”

Kalimat di atas adalah kutipan ungkapan Siti Khadijah pada Nabi Muhammad saat Rasulullah menerima tawaran Khadijah untuk menikah dengannya seperti diceritakan dalam salah satu kitab biografi Nabi yaitu Siratu Rasulillah karya Ibnu Ishaq.

Siti Khadijah adalah salah satu dari tokoh bangsawan Makkah yang selain kaya juga memiliki wawasan intelektual yang luas pada zamannya. Ia– seorang janda yang ditinggal mati dua suami terdahulu–tahu betul bahwa betapa pentingnya memilih pasangan yang tepat dan benar.

Setidaknya ada tiga pelajaran yang dapat kita petik dari kisah pernikahan Nabi Muhammad dan Siti Khadijah dan alasannya memilih Nabi sebagai pasangan hidupnya yang terakhir.

Pertama, pernikahan adalah hubungan persahabatan antara seorang laki-laki dan perempuan yang diharapkan akan berlangsung seumur hidup. Suatu hubungan persahabatan tidak akan berjalan dengan lancar dan harmonis apabila salah satu atau kedua pasangan tidak memiliki karakter yang baik.

Karakter baik dan buruk seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menjatuhkan pilihan, antara lain, watak bawaan, lingkungan keluarga , lingkungan sekitar, lingkungan pendidikan dan wawasan keagamaan. Di antara semuanya, faktor watak bawaan dan wawasan spiritual adalah dua hal yang paling penting. Dan di antara dua hal ini, wawasan keagamaan hendaknya menjadi faktor penentu untuk menikahi seseorang. Rasulullah mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menikahi wanita karena kesalihan wanita itu (fadzfar li dzatiddin) , maka dia akan beruntung (taribat yadaka). Nabi sangat tidak menganjurkan memilih pasangan hanya karena faktor harta atau fisik (cantik atau tampan) dengan tanpa melihat kesalihan sebagai pertimbangan utama. Quran bahkan menegaskan haramnya menikah dengan pria atau wanita nakal (QS Annur 24:3). Karena selain berdampak pada ketidakharmonisan dalam rumah tangga, juga berakibat kurang baik dalam proses pendidikan anak.

Kedua, pendidikan anak dimulai dari saat keputusan kita dalam memilih pasangan. Karena, menurut sejumlah ahli psikologi, kepribadian seseorang banyak dipengaruhi oleh dua faktor: keturunan dan lingkungan. Karakter warisan orang tua menjadi batas-batas kepribadian yang dapat dikembangkan. Sedang lingkungan—yakni sosial, budaya dan faktor situasional—akan mempengaruhi perkembangan aktual kepribadian anak dalam lingkup batas-batas tersebut.
Sebagai contoh, Andi adalah seorang anak yang orangtuanya dikenal pemarah, maka tidak heran apabila watak dasar Anda pemarah juga. Akan tetapi sifat pemarahnya jauh berkurang karena dia berteman dengan Budi yang penyabar. Namun, sesabar-sabar Andi, tentu tidak dapat melebihi kesabaran Budi, dst.

Ketiga, sudah dimaklumi bahwa untuk mencari pasangan hidup yang ideal kita harus mengenal karakter yang sebenarnya dari calon pasangan kita. Dari kisah Siti Khadijah ini, kita tahu bahwa untuk mengenal kepribadian calon pasangan, tidak diperlukan proses pacaran atau “ta’aruf” terlebih dahulu. Yang diperlukan adalah penilaian orang-orang yang tahu betul perilaku calon pasangan kita.

Itulah yang dilakukan Siti Khajijah. Untuk mengenal Muhammad secara lebih dekat, Khadijah berkonsultasi dengan sepupunya Waraqah yang juga seorang pendeta Nasrani. Dia juga bertanya pada pembantu laki-lakinya yang bernama Maysarah yang menyertai Nabi dalam ekspedisi bisnis ke Suriah. Ia pun meminta tolong sahabat wanitanya bernama Nufaysah untuk mengutarakan niatnya pada Muhammad. Yang oleh Muhammad diterima dengan tangan terbuka.

Sikap Khadijah yang mengadakan pendekatan lebih dulu ini juga patut dicontoh kaum perempuan. Apabila seorang wanita sudah merasa menemukan pasangan idealnya, tidak ada salahnya ia mengadakan pendekatan lebih dahulu. Tentu melalui seorang perantara, seperti melalui orang tuanya atau tokoh yang dihormati, sebagaimana dicontohkan oleh Siti Khadijah.

Mei 12, 2010. Tag: , , . ISLAMI. Tinggalkan komentar.

Filsafat Pendidikan Islam


Konsep dan tujuan utama dari pendidikan Islam menurut pandangan para edukator muslim klasik dan kontemporer seperti Al Jahiz, Seyyed Hossein Nasr, Syed Naquib Al Attas, Fethullah Gulen
Oleh A. Fatih Syuhud

Sebagian orang cenderung ‘alergi’ dengan istilah filsafat. Hal ini langsung atau tidak tentu ada kaitannya dengan kritikan pedas Imam Ghazali dalam kitab Tahafut al Falasifah (Kerancuan Filsafat) kepada para filsuf. Namun kalau diteliti secara seksama isi kitab tersebut, kritik Al Ghazali itu sebenarnya tertuju pada filsafat teologi (ilmu kalam) yang merupakan cabang dari filsafat agama (philosophy of religion)

Bukan filsafat yang lain.[1] Dan bukan pada filsafat itu sendiri. Karena filsafat itu pada dasarnya hanyalah alat. Dan setiap alat bersifat netral. Ini perlu ditekankan di sini supaya kita tidak salah kaprah dan apriori pada semua yang namanya filsafat.

Secara kronologi historik asal mula kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophos, philosophi. Kata ini kemudian dipakai dalam bahasa Latin philosophia dan Prancis klasik filosofie. Lalu diadopsi dalam bahasa Inggris abad pertengahan menjadi philosophie dan kemudian philosophy. Dalam bahasa Arab diadaptasi menjadi falsafah (jamak, falasifah) dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai filsafat atau filosofi. Yang artinya cinta kebijakan (love of wisdom).[2]

Setidaknya ada 8 makna filsafat secara terminologis (istilah). Namun yang paling relevan dengan tulisan ini adalah “a set of ideas or beliefs relating to a particular field or activity; an underlying theory” (ide pokok yang menjadi landasan suatu aktifitas atau keilmuan tertentu). [3] Dengan definisi ini, ketika dikatakan “filsafat pendidikan Islam”, maka maksudnya adalah apa saja kerangka ide utama suatu sistem pendidikan itu disebut Islami atau berada dalam koridor keislaman. Dan apa tujuan utama dari suatu sistem pendidikan Islam. Tulisan singkat ini hanya akan menggarisbawahi sejumlah filosofi pendidikan Islam di mata kalangan edukator muslim berpengaruh, baik yang klasik maupun kontemporer.

***

Pendidikan Islam ideal, kata Wan M. Nor Wan Daud, harus meliputi dua kategori ilmu tradisional, dan hubungan hirarki keduanya.[4] Yakni ilmu wahyu yang dapat dicapai melalui ilmu-ilmu agama (QS At Taubah 9:122). Dan ilmu umum yang dapat digali melalui ilmu rasional, intelektual dan filosofis. (QS Ali Imron 3:190).

Seyyed Hossein Nasr menyatakan bahwa dalam konsep tauhid, ilmu bersifat holistik (menyeluruh). Tidak ada pembagian ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Karena kedua tipe keilmuan itu sama-sama ikut berkontribusi dalam memperkuat iman. Ilmu agama memperkuat keimanan melalui wahyu sementara ilmu umum melalui kajian ilmu humanitas dan alam secara sistematik dan seksama.[5]

Syed Muhammad Naguib al-Attas menyebut pendidikan Islam sebagai ta’dib (dari kata, adab). Dia mendefinisikan istilah ini sebagai kedisiplinan fisik, pikiran dan jiwa yang memungkinkan manusia untuk mengenal dan mengakui posisi yang pantas dalam hubungannya dengan dirinya, keluarganya dan komunitasnya. Kepantasan posisi atau derajat seseorang adalah berdasarkan pada kriteria intelektual, ilmu dan kesalihan (ihsan). Dengan pengertian ini, adab adalah refleksi kearifan (hikmah) dan kedilan (‘adl).[6]

Al Attas bukanlah “inventor” pertama yang memperkenalkan istilah adab dalam konsep pendidikan Islam. Adalah sastrawan Arab legendaris Amr bin Bahr al-Jahiz (wafat 869 M) yang mempopulerkan istilah ini pertama kali. Al Jahiz mengartikan adab sebagai sistem pendidikan menyeluruh dari seorang muslim yang berbudaya yang menjadikan seluruh isi dunia sebagai obyek ilmu dan rasa keingintahuan. Di mana pada gilirannya pendidikan yang holistik akan memengaruhi perkembangan moral seseorang ke arah yang lebih baik.[7]

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh seorang edukator muslim asal Turki Fethullah Gülen. Menurutnya filsafat pendidikan Islam adalah sistem pendidikan holistik, menyeluruh dan tidak terpisah—antara ilmu agama dan ilmu umum– yang bertujuan untuk memperkaya pemikiran spiritual dan kritis baik bagi laki-laki dan perempuan. Bagi Gulen, pendidikan adalah alat untuk melatih jiwa dan raga dalam rangka melaksanakan kehendak Allah di muka bumi. Menurutnya pelatihan yang tepat dari seluruh aspek kondisi manusia akan membuahkan hasil yang holistik bagi seseorang baik secara spiritual, moral, rasional dan psikologis.[8]

Gulen tidak sependapat adanya garis pemisah antara ilmu agama (religious sciences) dan ilmu umum (secular sciences). Pemisahan ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum adalah pandangan tidak holistik atas ilmu Allah. Dia menyadari pentingnya menguasai ilmu-ilmu sains dan menekankan bahwa tak ada pemisahan kognitif antara kebenaran spiritual dan penelitian saintifik, dan oleh karena itu dia meyakini bahwa tidak ada ketidakcocokan (disharmoni) antara prinsip-prinsip Islam dan metodologi saintifik.[9]

***

Dari pandangan sejumlah edukator muslim di atas, dapat digarisbawahi bahwa filosofi atau kerangka besar (grand design) pendidikan Islam memiliki beberapa tujuan dasar penting sebagai berikut, pertama, bahwa pendidikan bertujuan untuk mendidik raga, pikiran dan jiwa untuk semakin bertakwa dan beriman kepada Allah yang pada gilirannya akan tergambar pada perilaku salih (ihsan) dan arif (hikmah) serta adil. Dengan demikian, seluruh proses belajar mengajar dan pelatihan harus mengarah ke tujuan peningkatan keimanan tersebut.

Kedua, dalam konsep tauhid ilmu agama dan ilmu umum bukanlah sesuatu yang berbeda karena keduanya sama-sama ilmu Allah dan dapat berpotensi sebagai alat untuk meningkatkan keimanan dan pengembangan kepribadian moral, spiritual dan psikologis.

Ketiga, bahwa kriteria yang pantas bagi seseorang untuk menempati suatu posisi hendaknya berdasarkan pada tiga elemen yaitu intelektual, ilmu dan kesalihan. Dan ini harus menjadi kesadaran inheren anak didik sejak dini.

Para pendidik hendaknya merevisi kembali sistem dan kurikulum pendidikannya, apabila ternyata hasil dari proses pendidikan tidak memenuhi tiga prinsip pendidikan Islam di atas. Terutama saat keilmuan yang diperoleh tidak membuat perbaikan dari segi moral dan spiritual anak didik.  Wallahu A’lam[]

CATATAN AKHIR

[1]Setidaknya ada 9 cabang pokok dari ilmu filsafat yaitu filsafat metafisika, epistemologi, etika, politik, estetika, logika, filsafat berfikir, filsafat bahasa dan filsafat agama. Yang masing-masing memiliki cabang lagi. Lihat An Introduction to Philosophy, George Stuart Fullerton (Nabu Press, USA:2010). Filsafat agama adalah cabang filsafat yang menjadi sasaran serangan Al Ghazali dalam Tahaful al Falasifah.
[2] The American Heritage® Dictionary of the English Language, Fourth Edition copyright ©2000 by Houghton Mifflin Company.
[3] Collins English Dictionary – Complete and Unabridged © HarperCollins Publishers 2003
[4] Wan M. Nor Wan Daud, The Concept of Knowledge in Islam (Mansell, 1991)
[5] Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (Kazi Publications, 2007)
[6] S. M. Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam, (ISTAC, 1990).
[7]Tarif Khalidi, Classical Arab Islam: The Culture and Heritage of the Golden Age, (Princeton, 1985),  hal. 57.
[8] Lihat bahasan detail dalam B. Jill Carroll and Akbar S. Ahmed, A Dialogue of Civilizations: Gulen’s Islamic Ideals and Humanistic Discourse (Tughra, 2007)
[9] Fethullah Gülen, Essays, Perspectives, Opinions (The Light, Inc., 2004)

Mei 12, 2010. Tag: , , . PENDIDIKAN. Tinggalkan komentar.

Selamat Datang


Selamat Datang Di Web Kecil Saya…

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulilllah.. puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang mana atas taufik dan Hidayahnya, saya bisa membuat web berbasis WordPress ini walaupun masih dalam “Newbie”.. Shalawat serta Salam semoga terlimpah kepada Jungjunan Nabi Besar Yaa Maulana Muhammad SAW, berserta Keluarga dan para sahabatnya..

Saya mengucapkan terima kasih kepada Keluarga saya yang telah Memotivasi dalam hidup ini, kedua orang tua saya malaikat-malaikat kecilku Destya dan Febi terima kasih.. Special Motivation is Faudjiah Cholik n The Big Family.

Dan juga kepada seluruh teman-teman di Facebooker’s yang udah ngasih dorongan dan Motivasi kepada saya dan semua pihak yang telah membantu saya.. Terima kasih Juga saya sampaikan kepada Management “JIBAY-NET” sukabumi…

Website ini tercipta dari kebodohan dan kesederhanaan saya, yang ingin mencoba menciptakan website seperti senio-senior lainnya

Akhir kata..

Selamat Berselancar di Website saya yang sederhana ini.. Saran dan kritikan sangat saya nantikan demi perbaikan di masa yang akan datang

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mei 12, 2010. BERITA. Tinggalkan komentar.